Minggu, 20 November 2011

Jejak Goa Jatijajar Kebumen


Kompleks Gua wisata baik gua alam maupun buatan yang terletak sekitar 42   km barat daya Kebumen ini mencakup kawasan seluas 5,5 hektare. Objek   wisata ini telah dilengkapi dengan prasarana wisata seperti tempat   parkir, peturasan, tempat bermain, kios makanan, buah-buahan dan toko   cindera mata.

Kompleks Gua Jatijajar mencakup Gua Jatijajar, Gua  Dempok, dan Gua  Intan. Kawasan ini berada sekitar 250 m di atas  permukaan laut. Sistem  pergunaan berkembang pada kehadiran fosil-fosil  seperti Lepidocylina  sumatrensis Brady, L. elegans Tan dan Cycloclypeus  annulatus Martin  selain menunjukkan umur batuan juga sekaligus menciri  lingkungan  asalnya, yaitu laut dangkal yang mempunyai kedalaman maksimum  60 m.

Kira-kira 14-11 juta tahun lalu daerah ini masih merupakan  paparan laut  dangkal, yang kemudian terangkat hingga ketinggiannya  sekarang akibat  sifat bumi yang dinamis. Tidak adanya sedimen lain yang  menutupi  lapisan batu gamping di daerah Gombong selatan menunjukkan jika  sejak  10 juta tahun lalu daerah ini sudah berada di atas permukaan  laut.  Dihitung dari kurun waktu kurang dari 10 juta tahun telah terjadi   pengangkatan setinggi lebih dari 300 m. Pengangkatan itu menyebabkan   batuan terkekarkan dan tersesarkan. Curah hujan yang tinggi mempercepat   terjadinya proses karstifikasi, membentuk kars sebagaimana terlihat   sekarang.

Gejala endokars ini mempunyai mulut gua yang berbangun  melengkung  tinggi dan lebar. Pada dinding pintu masuk sebelah kanan  tersingkap  sisa endapan sedimen gua yang kaya fosil moluska. Beberapa  spesies  grastropoda dan pelecypoda terawetkan baik pada lapisan lempung  pasiran  berwarna coklat tua. Sedimen berfosil ini dapat dikorelasikan  dengan  sedimen sejenis yang tersingkap di pintu masuk Gua Intan. Sediman  di  dalam Gua juga tersingkap pada sebuah sisa kanopi tua, beberapa  meter  dari pintu masuk. Cangkang-cangkang pipih pelecypoda pada sedimen  gua  ini tersusun secara alami ke arah utara sejajar dengan arah lorong   utama masuk gua, yaitu utara-selatan. Bagian atap dan dinding pintu   masuk gua dipenuhi oleh tulisan nama-nama pengunjung. Gravity yang   paling tua tertanggal tahun 1805.
Pembentukan  kanopy di dekat pintu masuk Gua Jatijajar menunjukkan  adanya sungai  bawahtanah yang pernah aktif beberapa ratus ribu tahun  yang lalu. Proses  pengangkatan menyebabkan sungai menjadi kering,  karena air mencari  permukaan air tanah setempat yang letaknya lebih  rendah. Sungai bawah  tanah yang masih aktif di dalam Gua Jatijajar  tersingkap melalui  beberapa sendang, yang letaknya berkisar antara 1-3 m  di bawah lorong  fosil utama.

Sendang Kantil dan Sendang Mawar adalah kolam-kolam  sungai bawah tanah  yang dibuka untuk umum. Dua sendang lainnya yaitu  Jombor dan Puserbumi  tidak dapat dimasuki wisatawan umum, kecuali  mendapat ijin dari  pengelola kawasan wisata.

Sebagai mata air, Sendang  Puserbumi merupakan  sebuah sumuran tegak bergaris tengah sekitar 50 cm.  Sementara Sendang  Jombor yang dihuni seekor pelus sepanjang lebih dari 1  m mempunyai  sifon di dasarnya. Sifon ini dapat ditelusuri dengan metode  penyelaman  (cave diving). Beragam bentukan pengendapan ulang larutan  CaCO3 jenuh  yang indah dan mempesona dijumpai di dalam lorong gua  dibalik sifon.  Lorong gua sepanjang ratusan meter dihiasi dengan deretan  gurdam dan  air terjun. Lorong gua di bawah gua Jatijajar ini disiapkan  menjadi  objek wisata minat khusus. Untuk memasuki sendang di dalam Gua   Jatijajar dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat berziarah.

Lubang-lubang  di dasar gua di dekat pintu masuk merupakan bekas-bekas  penambangan  fosfat guano. Ornamen gua (stalaktit, stalakmit, pilar,  flowstone)  umumnya sudah tidak aktif, meskipun di beberapa tempat  terdapat tetesan  dan leleran air melalui ujung-ujung stalaktit. Sebuah  lubang di atap gua  setinggi 24 m dari dasar gua, tidak jauh dari pilar  besar berbangun  membundar yang masih aktif, mengungkap sejarah penemuan  gua pada tahun  1802 oleh Djayamenawi, Petani tersebut terperosok ke  dalam gua melalui  lubang yang ada dipermukaan, dan setelah tanah yang  menutupi lorong  dibersihkan ia menemukan lubang masuk, yaitu mulut gua  sekarang.
Lorong  Gua Jatijajar sepanjang 250 m, dengan lebar dan tinggi rata-rata  15-25  m, dapat dimasuki oleh wisatawan dengan mudah. Mulai tahun 1975,   disepanjang lorong gua ditempatkan 32 buah patung yang menceritakan Legenda Raden Kamandaka. Di luar Gua menggambarkan kepurbaan Gua   Jatijajar.

Mata air  atau sendang yang terdapat di dalam Gua Jatijajar dipercaya  mempunyai  khasiat tertentu, sehingga dikeramatkan.
  • Air Sendang  Puserbumi dan  Jombor konon dapat digunakan sebagai sarana untuk  mencapai  tujuan-tertentu.
  • Sedang air Sendang Mawar dan Kantil jika  untuk mencuci  muka selain menjadi awet muda juga akan tercapai apa yang   dicita-citakannya.

Kepercayaan yang dituturkan secara  turun-temurun ini mengakar kuat di   hati sanubari masyarakat Kebumen dan  sekitarnya, sehingga pada  hari-hari  tertentu menurut penanggalan Jawa  tempat tersebut ramai  dikunjungi  peziarah, terutama pada malam hari.

Segmen  lorong  gua sepanjang 50 m mulai dari pintu masuk merupakan  bentukan  alami  hasil kegiatan sungai bawah tanah di masa lalu.  Setempat, atap dan   dinding gua dihiasi oleh stalaktit dan flowstone.  Lubang di atap gua   yang tembus ke permukaan (avent) berfungsi sebagai  ventilasi alam,   sehingga udara di dalam gua tetap segar. Lorong ini  selanjutnya   berhubungan dengan gua buatan, bekas penambangan kapur.

Panjang Gua Dempok tidak lebih dari 100 m, dan menjadi unik karena  merupakan  gabungan antara gua alam dan gua buatan. Nama Dempok diambil   dari nama  pemilik lahan penambangan kapur. sisa-sisa kejayaan  industri  kapur tohor  di masa lalu diabadikan dalam bentuk tobong  pembakaran batu  gamping,  tidak jauh dari pintu masuk Gua Dempok.

Gejala endokars ini merupakan gua alam  fosil yang penuh dengan ornamen  yang masih aktif. Lorong-lorong di dalam Gua Intan yang berarah  utara-selatan dan barat-timur genesanya  berkaitan dengan pelarutan di  sepanjang struktur retakan yang ada.

Sebuah  stalaktit di dinding pintu masuk sebelah kanan dilingkupi oleh   sedimen  pasir lempungan berwarna merah kecoklatan. Sedimen tersebut   mengandung  fosil moluska, sehingga kehadirannya akan menguak sejarah   pembentukan  gua. Moluska adalah binatang darat yang hidup di sekitar   gua. Ketika air  hujan masuk ke dalam gua, binatang itu terangkut ke   dalam gua  bersama-sama dengan sedimen pasir dan lempung. Saat terjadi   banjir  seluruh lorong gua terendam air, dan sebuah stalaktit yang   terletak 3 m  dari dasar gua ditutupi oleh sedimen tersebut. Kumpulan   fosil ini  berumur Plistosen-Resen, sehingga Gua Intan setidaknya sudah   ada sejak 1  juta tahun yang lalu.

Sebuah kubah besar  berukuran 30 X 40 m dan  tinggi maksimum 20 m dapat  dicapai dengan  melewati lubang sempit  selebar 1 m. atap kubah dihiasi  oleh  stalaktit-stalaktit berukuran  maksimum 1 m. Sebuah avent di atap  kubah  berfungsi sebagai ventilasi  alam. Sekelompok stalaktit yang  menyatu  dengan stalakmit membantu pilar  atau kolom setinggi beberapa  meter  yang indah. Ornamen gua di bagian ini  umumnya masih aktif.

Di  sebelah kanan ruangan pertama terdapat  ruangan kedua yang disusun  oleh  batu gamping berlapis, dengan sebuah  jembatan alam yang  menghubungkan  dinding kanan dan kiri ruangan.  Jembatan ini merupakan  sisa lapisan  batu gamping yang sukar larut.  Sedang lapisan batu gamping  lunak di  dasar jembatan sebagian besar telah  habis, dikikis oleh  aliran sungai  bawah tanah yang pernah aktif di masa  lalu. Ruangan kedua  yang  berukuran 20 X 40 m dan tinggi 15 m ini  berakhir pada sebuah  lubang  sempit yang ditutupi oleh sedimen gua.  lekuk-lekuk kecil di atap  gua  dipenuhi oleh kelelawar. Tidak adanya  ventilasi di ruangan kedua  ini  menyebabkan udara di dalam gua sedikit  panas dan pengap. Fermentasi   kotoran kelelawar memungkinkan terbentuknya  CO2 dan bau yang   menyengat. Sumber : Berbagai berita