Minggu, 19 Februari 2012

STOP !!! Bilang Indonesia tidak mampu di bidang Migas ! Minyak Setan hasil Tambang Tradisional ( Part 2 )

2. Penambang Tradisional dan kerusakan Lingkungan


Bila di tingkat nasional terjadi tarik-menarik kepentingan antara pemerintah, Pertamina, dan Exxon Mobil yang kecenderungannya dimenangkan kekuatan asing, lantas bagaimana dinamika yang terjadi di tingkat lokal? Seiring dengan dimulainya eksplorasi di Blok Cepu, masyarakat sangat berharap nasibnya menjadi lebih baik, namun banyak aral yang membuat mimpi sejahtera tak segera mewujud.  


Sebuah solusi untuk meningkatkan taraf kehidupan  adalah dengan membudidayakan / memanfaatkan keberadaan sumur tau peninggalan jaman kolonial Belanda. Sumur tua yang banyak keberadaanya di kedua Kabupaten tersebut sudah ditinggalkan oleh pertamina, karena produksinya sudah tidak menguntungkan atau tidak profit. Lain halnya jika pengelolaannya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat sekitar sumur tua tersebut. Keuntungan finansial ada didepan mata, selain bisa mengurangi angka pengangguran di desa sekitar sumur tua.  
Dengan pengelolaan secara tradisional, begitu juga dengan menejemennya, kenyataan bahwa pengelola ladang sumur minyak tua tersebut masih tetap eksis keberadaannya.  Di Blora sendiri ada sekitar 20 perusahaan/pribadi/koperasi yang masih bertahan mengelola sumur minyak tua, tersebar di sekitar desa Nglobo, Temengeng, Sambongrejo, Sambong, Nglebur dan Ledok.Di Bojonegoro cerita tentang sumur minyak tua malah ada yang lebih menarik lagi yaitu di Wonocolo, ladang sumur minyak tua di Wonocolo konon produksinya luar biasa. Bisa membuat pengelola sumur minyak tua Wonocolo yang sekaligus Kepala Desa setempat menjadi kaya raya, ketokohan dan kedermawanannya tidak diragukan lagi, ia bagaikan seorang raja kecil yang kaya dan dermawan di negeri sendiri, yaitu negeri Wonocolo.  
Gotong Royong menarik tali
Cerita menarik adalah pengelolaannya yang benar-benar tradisional, disitu diceritakan tenaga penarik tambang yang menimba latung (minyak mentah) sedalam 400 meter adalah tenaga manusia, setiap satu rit berarti manusia perkasa penarik tambang tersebut berjalan sejauh 400 meter bolak-balik. Padahal dalam satu hari dia bisa menarik sebanyak 100 rit, berarti manusia penarik tambang tersebut tiap harinya berjalan sejauh 40 Km, bahkan ada yang berjalan sejauh 60 Km tiap harinya, jarak antara kota Purwodadi-Blora, luar biasa!. 
Lain dulu lain pula sekarang, saat ini setahu penulis penambang sumur minyak tua sudah menggunakan mesin, biasanya menggunakan mesin truk tua yang sengaja didongkrok-kan. Truk buatan inggris yang lazim disebut “truk pesek” bermerk Thames dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa menarik tambang yang menimba latung ke permukaan.  
Truck yang di modifikasi
Truk yang saya maksud tidak memiliki 4 buah ban seperti layaknya sebuah truk biasa, tetapi hanya memiliki sebuah velek roda belakang yang telah domodifikasi dan digunakan sebagai katrol penggulung kawat sling untuk menarik timbaan yang dikaitkan dengan tampar (sebuah tabung besar dan panjang yang bergaris tengah sedikit lebih kecil dari pipa pengeboran minyak dan memiliki ventil pada bagian bawahnya) untuk mengambil minyak mentah dari dasar sumur minyak pada kedalaman sekitar 400 meteran.
Supir yang mengangkat dan menurunkan tampar dengan bantuan kawat sling melalui pipa pengeboran minyak hanya duduk sepanjang hari, menekan pedal gas atau rem berulang ulang untuk menurunkan atau menaikan garis kawat yang ditandai dengan sepotong kain kotor. 
Ketika tampar ditarik dari dalam pipa sumur minyak, tampar dibiarkan menggantung di anjungan minyak sekitar 1 meter dari permukaan tanah, seorang pengawas yang berada di ruang kontrol di bawah menara anjungan minyak akan mendorong tampar dengan sebuah cagak kayu, supir akan menurunkan tampar kepermukaan bak penampungan sehingga ventil dibagian bawah tampar akan tertekan dan terbuka sehingga minyak bumi yang bercampur dengan air akan mengalir kedalam tempat penampungan yang kemudian langsung dialirkan melalui parit kedalam bak penampungan.
Timbaan dari dasar sumur yang terangkat tidak seluruhnya berisi minyak tetapi masih bercampur air.Untuk memisahkan minyak mentah dari air, penambang menggunakan cara yang tradisional pula, yaitu dengan memanfaatkan berat jenis minyak yang lebih ringan daripada air sehingga posisinya berada di atas dan minyak mentah cukup di ciduk dengan semacam gayung ukuran besar.
Mengisi Jerigen

 Proses berikutnya adalah mengisi minyak mentah kedalam jerigen berkapasitas 60 liter. Sisa minyak mentah yang masih mengandung air dari bak penampungan di bak pertama akan dialirkan kedalam bak penampungan berikutnya untuk kemudian di pisahkan lagi dari sisa kandungan air, proses ini berjalan sampai 3-4 kali, baru pada proses yang terakhir kalinya sisa minyak mentah yang sudah sulit dipisahkan dari kandungan air akan dibuang melalui sebuah parit ke sungai. 

Setelah latung (minyak mentah) dikumpulkan kedalam drum drum oleh pembeli latung dari tempat pengeboran minyak mentah tsb ada latung yang dibawa keluar desa Wonocolo dengan menggunakan motor sebagai alat transportasi, ada pula yang menyulingnya langsung tidak jauh dari areal pengeboran minyak tsb.
Penyulingan latung dilakukan sangat sederhana dengan cara menggali dan membuat gundukan gundukan tanah. Di dalam gundukan tanah ini terkubur drum berkapasitas 200 liter. Penyulingan dilakukan dengan cara mendidihkan minyak mentah didalam drum dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakar. 
Uap panas dari minyak yang didihkan ini dialirkan ke bejana lain yang terhubung dengan pipa bergaris tengah lima sampai sepuluh sentimeter, pipa ini terletak dibawah sebuah bejana pendingin yang berisi air dan akhirnya uap tsb menetes sebagai solar atau lebih dikenal dengan nama minyak setan atau irek. Proses pengilangan minyak sederhana ini memakan waktu kira kira 4 sampai 6 jam. Sisa penyulingan adalah endapan aspal yang kemudian dikeringkan dan dimasukan kedalam karung karung, sayang saya tidak mendapat jawaban yang jelas untuk apa aspal kering tsb digunakan.


Perbedaan yang menyolok dengan solar yang diproduksi Pertamina dengan solar rakyat yang lebih dikenal dengan nama minyak "setan" adalah warnanya yang relatif lebih pekat dan kental. Minyak itu juga mengandung endapan kerak aspal. 

Dari pembicaraan dengan mandor ladang minyak, diceritakan bahwa biaya pembukaan sebuah sumur minyak tua tidak sedikit, tergantung dari tingkat kesulitan di tiap tiap sumur.
Kedalaman sumur sumur minyak tua peninggalan jaman Belanda itu rata-rata 300 sampai 400 meteran dengan kondisi pipa yang sudah banyak yang terkikis sehingga tidak jarang untuk membuka sebuah sumur membutuhkan waktu berbulan bulan. Untuk mengambil pipa-pipa itu perlu tenaga ahli karena tingkat kesulitannya berbeda antara sumur satu dan sumur lainnya.
Begitu pipa bisa terangkat ke atas, penambang tidak serta merta langsung dapat menimba minyak tetapi harus melalui tahap pembersihan sumur yang rata rata membutuhkan waktu sekitar dua minggu. Pada jaman pendudukan Jepang, banyak pipa pipa ladang minyak yang di timbun dengan bebatuan dan kayu sehingga mempersulit recyling sumur minyak tsb.
Walau dalam pengurasan itu penambang sudah bisa mendapatkan minyak, jumlahnya relatif sedikit karena kotoran dan dan kandungan airnya juga masih banyak. 

Setelah tahap pembersihan sumur ini selesai, baru penambang bisa mengais sisa sisa minyak dengan cara penambangan tradisional.

Anda dapat membayangkan bagaimana para pekerja tambang tradisional ini yang bekerja secara shift selama 24 jam menghirup udara lingkungan yang tercemar ini, apalagi jarang dari mereka yang menggunakan sepatu pelindung supaya tidak terpeleset kedalam bak penampungan minyak mentah. 
Yang lebih gawat lagi adalah pembuangan sisa sisa minyak mentah ke air tanah dan parit. Dimusim hujan, sisa sisa minyak mentah akan lebih banyak yang akan mengalir bersama air hujan ke sungai sungai kecil.
Bau air sumur saya rasakan sendiri ketika saya terpelesat dan jatuh di parit yang bercampur air dan minyak mentah sehingga saya terpaksa harus membersihkan separuh pakaian dan badan saya dengan air sumur yang sudah tercemar. 
Areal sekitar ladang minyak penuh dengan lubang lubang sebagai :
  • bak penampungan minyak,
  • bak bak untuk memisahkan air dari minyak mentah,
  • gundukan tanah sebagai tempat penyulingan minyak,
  • udara sekitar ladang minyak terkontaminasi dengan bau minyak mentah,
  • demikian pula air sumur di sekitar areal ladang minyak sangat berbau minyak mentah.
Sumber : berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar